Kamis, 06 Desember 2012


KIAMAT 2012 MENURUT ISLAM

Adanya ramalan bahwa dunia akan berakhir pada tanggal 21 Desember 2012 tentunya tidaklah membuat risau apalagi ketakutan didalam diri seorang mukmin yang mengimani perkara-perkara yang ghaib, yang mengimani bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam ini adalah atas kehendak Allah swt dan apabila Dia swt tidak berkehendak maka sesuatu itu tidak akan terjadi.

Ramalan akan terjadinya kiamat tahun 2012 itu disandarkan pada penemuan beberapa ahli astrolog kuno serta para ahli astronomi modern. Diantara yang menjadi sandaran dari astrolog kuno adalah ;

1. Suku Maya.

Suku yang tinggal di teluk antara Guatemala dan Meksiko ini pada tahun 700 SM—menurut para arkeolog—dianggap memiliki kemajuan didalam perhitungan tentang waktu dan penanggalan. Suku ini memiliki keterikatan yang kuat dengan kepercayaan yang mereka yakini sehingga mereka pun memasukan waktu-waktu peribadahannya didalam pembuatan penanggalannya.

Suku Maya membuat perhitungan bahwa didalam satu tahun terdapat 18 bulan yang setiap bulannya terdiri dari 20 hari dan mereka menambahkan lagi 5 hari untuk peribadahannya sehingga setahun sama dengan 365 hari. Didalam penanggalannya itu mereka pun meramal akan terjadinya berbagai musibah, seperti kelaparan, banjir besar, perubahan iklim hingga berakhirnya bumi yang menurut penanggalan mereka jatuh pada tanggal 21 Desember 2012.

Tanggal 21 Desember 2012 bertepatan dengan tahun 5126 M yaitu tanggal berakhirnya perhitugan panjang mereka yang sudah dimulai sejak tanggal 31 Agustus 3114 SM.

2. Buku-buku ramalan Cina

Seorang penulis yang bernama Fahd Amir al Ahmadi mengatakan bahwa banyak ilmuwan yang bersepakat dengan suku Maya ini akan adanya kejadian besar pada tahun 2012. Di Asia, hal yang sama telah ditunjukkan oleh berbagai buku yang ditulis oleh para astrolog Cina bahwa keturunan Dinasti Chang—yang menguasai Cina sejak tahun 1766 SM—akan berlangsung selama 3778 M (yang bertepatan dengan tahun 2012 M)

3. Nostradamus

Di Perancis juga terdapat ramalan yang dibuat oleh seorang astrolog yang bernama Nostradamus bahwa planet-planet di angkasa akan berantakan pada akhir tahun 2000 yang akan mengakibatkan hancurnya kehidupan setelah 12 tahun.

Sementara diantara para ahli astronomi modern yang mendukung ramalan kiamat tahun 2012 ini adalah :

1. Seorang ilmuwan matematika Jepang yang bernama Haido Itakawa pada tahun 1980 mengatakan bahwa planet-planet matahari akan tersusun didalam satu garis dibelakang matahari—dan kenyataan satu-satunya ini akan mengakibatkan kejadian di angkasa raya yang luar biasa yang bisa menghentikan kehidupan yang ada diatas permukaan bumi pada Agustus 2012.

2. Perihal kiamat tahun 2012 ini juga diberitakan oleh berbagai Jurnal Ilmiah Amerika yang bersumber dari NASA pada beberapa tahun terakhir bahwa teleskop yang diletakkan oleh NASA di ruang angkasa telah menemukan sebuah planet lain yang besarnya hampir sama dengan matahari dan dinamakan Nibiru.

NASA juga memberitakan bahwa planet Nibiru ini memiliki kekuatan magnet yang sangat besar yang hampir sama dengan yang dimiliki matahari sehingga hal yang sangat membahayakan apabila planet ini mendekati orbit peredaran bumi. Dan diperkirakan bahwa planet Nibiru akan mendekati bumi dalam jarak yang memungkinkan bisa disaksikan dengan jelas oleh penduduk Asia Timur pada tahun 2009 bahkan akan memasuki orbit bumi pada tahun 2011 dan seluruh penduduk bumi akan dapat menyaksikannya sehingga ia bagaikan sebuah matahari yang lain. (http://forums.al3almi.net/)

Menurut sumber lainnya disebutkan bahwa pada tahun 2012 plenet Nibiru ini akan memasuki bagian dalam dari tata surya kita sehingga menyebabkan gangguan gravitasi.
Namun demikian pendapat diatas juga mendapatkan banyak sanggahan dari para ahli arkeologi maupun astronomi, diantara pendapat mereka :

1. Terkait dengan akhir penanggalan panjang suku Maya maka ada yang mengatakan bahwa kalaulah benar tahun 5126 M yang bertepatan dengan tahun 2012 M adalah tahun berakhirnya penanggalan mereka yang diyakini pula dengan berakhirnya dunia maka bukanlah berarti bahwa dunia ini akan hancur (kiamat) dikarenakan menurut kosmologi suku Maya bahwa bumi diciptakan 5 kali dan dihancurkan 4 kali. Dengan demikian siklus kalender Maya boleh berakhir, namun siklus baru akan kembali berulang.. dan membawa hal baru bagi penghuni bumi. (http://langitselatan.com/)

2. Para ahli yang mebantah teori ini mengatakan: “Ramalan2 itu benar2 tidak ada dasarnya sama sekali, apalagi di kebudayaan Maya yang kita kenal,” kata Stephen Houston, profesor antropologi di Brown University, yang adalah juga ahli tulisan hieroglif Maya. “Penggambaran bangsa maya tidak pernah menyebut2 hal ini.” katanya. Bangsa maya melihat bahwa tanggal tersebut adalah tanggal kalender mereka, tapi kemudian mengulang kalender mereka kembali tanpa adanya bencana sama sekali.

3. Sementara mengenai teori planet Nibiru, bantahan yang ada dari seorang ahli di NASA mengatakan “Kami saja sampai sekarang masih berdebat soal Pluto, tiba2 ada orang yang mengatakan adanya planet Nibiru, dari mana ini? Lucu sekali, kami sampai sekarang belum bisa menemukan planet lain, sudah ada yang menemukan planet Nibiru pula, tanpa ada konfirmasi dari mana berita itu muncul.” (http://www.kapanlagi.com/)

Kiamat Menurut Pandangan Islam

Kiamat merupakan hal ghaib yang harus diimani oleh setiap muslim dan yang hanya diketahui oleh Allah swt saja seperti banyak disebutkan didalam Kitab-Nya maupun Sunnah Nabi saw, diantaranya :

يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِندَ رَبِّي لاَ يُجَلِّيهَا لِوَقْتِهَا إِلاَّ هُوَ ثَقُلَتْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ لاَ تَأْتِيكُمْ إِلاَّ بَغْتَةً يَسْأَلُونَكَ كَأَنَّكَ حَفِيٌّ عَنْهَا قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِندَ اللّهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ

Artinya : “Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: “Bilakah terjadinya?” Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. kiamat itu Amat berat (huru haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba”. mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang bari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak Mengetahui”. (QS. Al A’raf : 187)

Ibnu Katsir mengatakan bahwa firman Allah,”Katakanlah:’Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia.” Adalah perintah Allah swt kepada nabi-Nya saw apabila beliau saw ditanya tentang waktu terjadinya kiamat maka hendaklah beliau saw mengembalikan pengetahuan tentang itu kepada Allah swt. Sesungguhnya Dia lah yang menjelaskan waktu kedatangannya atau mengetahui kejelasan perkara itu dan kapan kepastian waktunya. (Tafsir Ibnu Katsir juz III hal 518)

يَسْأَلُكَ النَّاسُ عَنِ السَّاعَةِ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِندَ اللَّهِ وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ السَّاعَةَ تَكُونُ قَرِيبًا

Artinya : “Manusia bertanya kepadamu tentang hari berbangkit. Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang hari berbangkit itu hanya di sisi Allah”. dan tahukah kamu (hai Muhammad), boleh Jadi hari berbangkit itu sudah dekat waktunya.” (QS. Al Ahzab : 63)

Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra bahwasanya Rasulullah saw bersabda,”Kunci-kunci ghaib itu lima,’Sesungguhnya hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat, dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada didalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok, dan tiada yang seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (HR. Bukhori)

Al Qurthubi menyebutkan pendapat Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa kelima kunci-kunci ghaib tersebut tidaklah ada yang mengetahuinya kecuali Allah swt. Hal itu juga tidak diketahui oleh para malaikat, para Nabi yang diutus. Maka barangsiapa yang menganggap bahwa dirinya mengetahui sesuatu tentang itu semua maka orang itu telah mengingkari Al Qur’an dikarenakan ia telah menyalahinya. (Al Jami Li Ahkamil Qur’an juz XIV hal 400)

Dan juga jawaban Rasulullah saw ketika ditanya oleh Malaikat Jibril tentang kapan terjadinya kiamat maka beliau saw besabda,”Orang yang ditanya tidak lebih mengetahui daripada yang bertanya.” (HR. Muslim) Hadits tersebut menjelaskan bahwa diri Rasulullah saw dan juga orang yang bertanya (Jibril) tidaklah mengetahui tentang waktu terjadinya kiamat.

Syeikh Yusuf al Qaradhawi pernah ditanya tentang akan hancurnya alam ini pada tahun 2012 ?! Beliau menjawab bahwa ini termasuk pembicaraan tentang sesuatu yang akan datang, menerobos tabir masa yang akan datang, menyingkap apa-apa yang mungkin terjadi pada anda besok atau lusa, dan itu semua tidaklah ada yang mengetahuinya kecuali Allah swt.

وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًا

Artinya : “Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok.” (QS. Luqman : 34)

Seseorang mungkin mengetahui sesuatu dengan berbagai indikatornya akan tetapi hal itu hanyalah sebatas dugaan bukanlah kepastian.

وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ

Artinya : “dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.” (QS. Luqman : 34)

Sebagaimana diungkapkan seorang penyair :

Kami menjalani apa-apa yang telah dituliskan atas kami
Dan telah dituliskan pula atasnya untuk dia jalani
Dan barangsiapa yang telah dituliskan kematiannya di suatu tempat
Maka tidaklah dia akan mati di tempat yang lainnya.

Allah lah yang mengetahui kebenaran hakikinya bahkan terhadap berbagai penafsiran tentang alam semesta ini, perkembangan alam maupun kehidupan yang seluruhnya merupakan teori-teori, sepertihalnya teori ledakan besar, teori ini dan itu. Dan sebagaimana sebuah teori maka ada pula sebagian ilmuwan lainnya yang melakukan penyanggahan terhadapnya dengan berbagai teori lainnya dan begitulah selanjutnya.

Adapun hakekat kebenarannya didalam permasalahan ini tidaklah ada yang mengetahuinya kecuali Allah swt sebagaimana disebutkan didalam Al Qur’an.

sumber:
gudangvirtual.blogspot.com

Rabu, 04 Juli 2012

syaban-ala-rasulullah-amalan-sunah-dan-tarbiyah-imaniyah-di-bulan-syaban.html

Sya'ban ala Rasulullah SAW (amalan-amalan sunah dan tarbiyah imaniyah di bulan Sya'ban) Saif Al Battar Senin, 18 Juli 2011 07:10:18 Banyak di antara kaum muslimin yang terjebak dalam amalan-amalan bid'ah di bulan Sya'ban ini karena mereka mengamalkan hadits-hadits yang statusnya lemah, lemah sekali dan bahkan palsu. Padahal terdapat banyak hadits shahih yang menjelaskan dengan rinci bagaimana tuntunan Nabi Muhammad SAW dalam mengisi bulan yang mulia ini. Berikut ini kami sampaikan sekelumit tuntunan Nabi Muhammad SAW dalam mengisi bulan Sya'ban dan beberapa persiapan yang selayaknya dilakukan oleh kaum muslimin dalam rangka menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan. Semoga bermanfaat dan selamat menikmati. Oleh: Muhib Al Majdi / Arrahmah.com Bulan puasa sunnah Bulan Sya'ban adalah bulan yang disukai untuk memperbanyak puasa sunah. Dalam bulan ini, Rasulullah SAW memperbanyak puasa sunah. Bahkan beliau hampir berpuasa satu bulan penuh, kecuali satu atau dua hari di akhir bulan saja agar tidak mendahului Ramadhan dengan satu atau dua hari puasa sunah. Berikut ini dalil-dalil syar'i yang menjelaskan hal itu: عن أم المؤمنين عائشة رضي الله عنها قالت: ما رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم استكمل صيام شهر قط إلا شهر رمضان، وما رأيته في شهر أكثر صيامًا منه في شعبان Dari Aisyah R.A berkata: "Aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW melakukan puasa satu bulan penuh kecuali puasa bulan Ramadhan dan aku tidak pernah melihat beliau lebih banyak berpuasa sunah melebihi (puasa sunah) di bulan Sya'ban." (HR. Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156) Dalam riwayat lain Aisyah berkata: كان أحب الشهور إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يصومه شعبان، ثم يصله برمضان "Bulan yang paling dicintai oleh Rasulullah SAW untuk berpuasa sunah adalah bulan Sya'ban, kemudian beliau menyambungnya dengan puasa Ramadhan." (HR. Abu Daud no. 2431 dan Ibnu Majah no. 1649) عن أم سلمة رضي الله عنها تقول: ما رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم يصوم شهرين متتابعين إلا شعبان ورمضان Dari Ummu Salamah R.A berkata: "Aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW berpuasa dua bulan berturut-turut kecuali bulan Sya'ban dan Ramadhan." (HR. Tirmidzi no. 726, An-Nasai 4/150, Ibnu Majah no.1648, dan Ahmad 6/293) Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani menulis: "Hadits ini merupakan dalil keutamaan puasa sunah di bulan Sya'ban." (Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari) Imam Ash-Shan'ani berkata: Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW mengistimewakan bulan Sya'ban dengan puasa sunnah lebih banyak dari bulan lainnya. (Subulus Salam Syarh Bulughul Maram, 2/239) Maksud berpuasa dua bulan berturut-turut di sini adalah berpuasa sunah pada sebagian besar bulan Sya'ban (sampai 27 atau 28 hari) lalu berhenti puasa sehari atau dua hari sebelum bulan Ramadhan, baru dilanjutkan dengan puasa wajib Ramadhan selama satu bulan penuh. Hal ini selaras dengan hadits Aisyah yang telah ditulis di awal artikel ini, juga selaras dengan dalil-dalil lain seperti: Dari Aisyah RA berkata: "Aku tidak pernah melihat beliau SAW lebih banyak berpuasa sunah daripada bulan Sya'ban. Beliau berpuasa di bulan Sya'ban seluruh harinya, yaitu beliau berpuasa satu bulan Sya'ban kecuali sedikit (beberapa) hari." (HR. Muslim no. 1156 dan Ibnu Majah no. 1710) Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah SAW bersabda: "Janganlah salah seorang di antara kalian mendahului puasa Ramadhan dengan puasa (sunah) sehari atau dua hari sebelumnya, kecuali jika seseorang telah biasa berpuasa sunnah (misalnya puasa Senin-Kamis atau puasa Daud—pent) maka silahkan ia berpuasa pada hari tersebut." (HR. Bukhari no. 1914 dan Muslim no. 1082) Bulan kelalaian Para ulama salaf menjelaskan hikmah di balik kebiasaan Rasulullah SAW memperbanyak puasa sunah di bulan Sya'ban. Kedudukan puasa sunah di bulan Sya'ban dari puasa wajib Ramadhan adalah seperti kedudukan shalat sunah qabliyah bagi shalat wajib. Puasa sunah di bulan Sya'ban akan menjadi persiapan yang tepat dan pelengkap bagi kekurangan puasa Ramadhan. Hikmah lainnya disebutkan dalam hadits dari Usamah bin Zaid R.A, ia berkata: "Wahai Rasulullah SAW, kenapa aku tidak pernah melihat Anda berpuasa sunah dalam satu bulan tertentu yang lebih banyak dari bulan Sya'ban? Beliau SAW menjawab: ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفِلُ النَّاسُ عَنْهُ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الأَعْمَال إِلى رَبِّ العَالمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عملي وَأَنَا صَائِمٌ "Ia adalah bulan di saat manusia banyak yang lalai (dari beramal shalih), antara Rajab dan Ramadhan. Ia adalah bulan di saat amal-amal dibawa naik kepada Allah Rabb semesta alam, maka aku senang apabila amal-amalku diangkat kepada Allah saat aku mengerjakan puasa sunah." (HR. Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Khuzaimah. Ibnu Khuzaimah menshahihkan hadits ini) Bulan menyirami amalan-amalan shalih Di bulan Ramadhan kita dianjurkan untuk memperbanyak amalan sunah seperti membaca Al-Qur'an, berdzikir, beristighfar, shalat tahajud dan witir, shalat dhuha, dan sedekah. Untuk mampu melakukan hal itu semua dengan ringan dan istiqamah, kita perlu banyak berlatih. Di sinilah bulan Sya'ban menempati posisi yang sangat urgen sebagai waktu yang tepat untuk berlatih membiasakan diri beramal sunah secara tertib dan kontinu. Dengan latihan tersebut, di bulan Ramadhan kita akan terbiasa dan merasa ringan untuk mengerjakannya. Dengan demikian, tanaman iman dan amal shalih akan membuahkan takwa yang sebenarnya. Abu Bakar Al-Balkhi berkata: "Bulan Rajab adalah bulan menanam. Bulan Sya'ban adalah bulan menyirami tanaman. Dan bulan Ramadhan adalah bulan memanen hasil tanaman." Beliau juga berkata: "Bulan Rajab itu bagaikan angin. Bulan Sya'ban itu bagaikan awan. Dan bulan Ramadhan itu bagaikan hujan." Barangsiapa tidak menanam benih amal shalih di bulan Rajab dan tidak menyirami tanaman tersebut di bulan Sya'ban, bagaimana mungkin ia akan memanen buah takwa di bulan Ramadhan? Di bulan yang kebanyakan manusia lalai dari melakukan amal-amal kebajikan ini, sudah selayaknya bila kita tidak ikut-ikutan lalai. Bersegera menuju ampunan Allah dan melaksanakan perintah-perintah-Nya adalah hal yang harus segera kita lakukan sebelum bulan suci Ramadhan benar-benar datang. Bulan persiapan menyambut bulan Ramadhan Bulan Sya'ban adalah bulan latihan, pembinaan dan persiapan diri agar menjadi orang yang sukses beramal shalih di bulan Ramadhan. Untuk mengisi bulan Sya'ban dan sekaligus sebagai persiapan menyambut bulan suci Ramadhan, ada beberapa hal yang selayaknya dikerjakan oleh setiap muslim. a. Persiapan iman, meliputi: * Segera bertaubat dari semua dosa dengan menyesali dosa-dosa yang telah lalu, meninggalkan perbuatan dosa tersebut saat ini juga, dan bertekad bulat untuk tidak akan mengulanginya kembali pada masa yang akan datang. * Memperbanyak doa agar diberi umur panjang sehingga bisa menjumpai bulan Ramadhan. * Memperbanyak puasa sunnah di bulan Sya'ban agar terbiasa secara jasmani dan rohani. Ada beberapa cara puasa sunah yang dianjurkan di bulan Sya'ban, yaitu: Puasa Senin-Kamis setiap pekan ditambah puasa ayyamul bidh (tanggal 13,14 dan 15 Sya'ban), atau puasa Daud, atau puasa lebih bayak dari itu dari tanggal 1-28 Sya'ban. * Mengakrabkan diri dengan Al-Qur'an dengan cara membaca lebih dari satu juz per hari, ditambah membaca buku-buku tafsir dan melakukan tadabbur Al-Qur'an. * Meresapi kelezatan shalat malam dengan melakukan minimal dua rakaat tahajud dan satu rekaat witir di akhir malam. * Meresapi kelezatan dzikir dengan menjaga dzikir setelah shalat, dzikir pagi dan petang, dan dzikir-dzikir rutin lainnya. b. Persiapan Ilmu, meliputi: * Mempelajari hukum-hukum fiqih puasa Ramadhan secara lengkap, minimal dengan membaca bab puasa dalam (terjemahan) kitab Minhajul Muslim (syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi) atau Fiqih Sunnah (syaikh Sayid Sabiq) atau Shahih Fiqih Sunnah (Syaikh Abu Malik Kamal bin As-Sayid Salim) atau pedoman puasa (Tengku Moh. Hasbi Ash-Shidiqi) atau buku lainnya. * Mempelajari rahasia-rahasia, hikmah-hikmah, dan amalan-amalan yang dianjurkan atau harus dilaksanakan di bulan Ramadhan, dengan membaca buku-buku yang membahas hal itu. Misal (terjemahan) Mukhtashar Minhjaul Qashidin (Ibnu Qudamah Al-Maqdisi) atau Mau'izhatul Mu'minin (Muhammad Jamaluddin Al-Qasimi) atau buku-buku dan artikel-artikel para ulama lainnya. * Mempelajari tafsir ayat-ayat hukum yang berkenaan dengan puasa, misalnya dengan membaca (terjemahan) Tafsir Al-Qur'an Al-‘Azhim (Ibnu Katsir), atau Tafsir Al-Jami' li-Ahkamil Qur'an (Al-Qurthubi), atau Tafsir Adhwa-ul Bayan (Asy-Syinqithi). * Mempelajari buku-buku akhlak yang membantu menyiapkan jiwa untuk menyambut bulan Ramadhan. * Mendengar ceramah-ceramah para ustadz/ulama yang membahas persiapan menyambut dan mengisi bulan suci Ramadhan. * Mengulang-ulang hafalan Al-Qur'an sebagai persiapan bacaan dalam shalat Tarawih, baik bagi calon imam maupun orang yang shalat tarawih sendirian di akhir malam (tidak berjama'ah ba'da Isya' di masjid). * Mendengarkan bacaan murattal shalat tarawih para imam masjid yang terkenal keahliannya di bidang tajwid, hafalan, dan kelancaran bacaan. c. Persiapan dakwah, meliputi: * Menyiapkan materi-materi untuk kultum, taushiyah, ceramah, khutbah Jum'at dan dakwah bil lisan lainnya. * Membuat serlebaran, brosur, pamflet, majalah dinding, buletin dakwah dan lembar-lembar dakwah yang mengingatkan kaum muslimin tentang tata cara menyambut Ramadhan. * Mengikuti kultum, ceramah-ceramah, dan pengajian-pengajian yang diadakan di sekitar kita (lingkungan masjid, tempat kerja, tempat belajar-mengajar) baik sebagai pemateri atau peserta sebagai bentuk persiapan dan pembiasaan diri untuk mengikuti kegiatan serupa di bulan Ramadhan. * Mengadakan pesantren kilat, kursus keislaman, islamic study dan acara-cara sejenis. d. Persiapan Keluarga, meliputi: * Menyiapkan anak-anak dan istri untuk menyambut kedatangan Ramadhan dengan mengenalkan kepada mereka persiapan-persiapan yang telah disebutkan di atas. * Membiasakan mereka untuk menjaga shalat lima waktu, shalat sunnah Rawatib, shalat dhuha, shalat malam (tahajud dan witir), dan membaca Al-Qur'an. * Memberikan taushiyah /kultum harian jika memungkinkan. * Meminimalkan hal-hal yang melalaikan mereka dari amal shalih di bulan Sya'ban dan Ramadhan, seperti musik-musik dan lagu-lagu jahiliyah, menonton TV, dan kegiatan-kegiatan lain yang tidak membawa manfaat di akhirat. * Menyisihkan sebagian pendapatan untuk sedekah di bulan ini dan bulan Ramadhan. e. Persiapan Mental * Menyiapkan tekad yang kuat dan sungguh-sungguh untuk: * Membuka lembaran hidup baru dengan Allah SWT, sebuah lembaran putih yang penuh dengan amal ketaatan dan berisi sedikit amal-amal keburukan * Membuat hari-hari kita di bulan Ramadhan tidak seperti hari-hari kebiasaan kita di bulan lain yang penuh dengan kelalaian dan kemaksiatan * Meramaikan masjid dengan melakukan shalat lima waktu secara berjama'ah di masjid terdekat dan menghidupkan sunah-sunah ibadah yang telah lama kita tinggalkan, seperti: bertahan di masjid ba'da Subuh sampai terbitnya matahari untuk dzikir, tilawah Al-Qur'an, atau belajar-mengajar; hadir di masjid sebelum adzan dikumandangkan; bersegera ke masjid untuk mendapatkan shaf awal; menunggu kedatangan imam dengan shalat sunnah dan niat I'tikaf; dst. * Membersihkan puasa dari hal-hal yang merusak pahalanya, seperti bertengkar, sendau gurau dan perbuatan-perbuatan iseng yang sekedar untuk mengisi waktu tanpa membawa manfaat akhirat sedikit pun (main catur, main kartu, nongkrong bareng sambil menyanyi dan main gitar; dst) * Menjaga dan membiasakan sikap lapang dada dan pemaaf * Beramal shalih di bulan Ramadhan dan memulai banyak niat sedari sekarang. Seperti; niat bertaubat, niat membuka lembaran hidup baru dengan Allah, niat memperbaiki akhlak, niat berpuasa ikhlas karena Allah semata, niat mengkhatamkan Al-Qur'an lebih dari sekali, niat shalat tarawih dan witir, niat memperbanyak amalan sunah, niat mencari ilmu, niat dakwah, niat membantu menolong dan menyantuni sesama muslim yang membutuhkan, niat memperjuangkan agama Allah, niat umrah, niat jihad dengan harta, niat I'tikaf; dst) f. Persiapan Jihad melawan hawa nafsu * Mengekang hawa nafsu dari kebiasaan-kebiasaan buruk dan keinginan hidup mewah, boros, kikir, dan menikmati makanan-minuman yang lezat atau pakaian yang baru di bulan Ramadhan * Membiasakan lisan untuk mengatakan perkataan-perkataan yang baik dan bermanfaat; mencegahnya dari mengucapkan perkataan-perkataan keji, jorok, menggunjing, mengadu domba, dan perkataan-perkataan yang tidak membawa manfaat di akhirat * Mencegah hawa nafsu dari keinginan untuk melampiaskan kemarahan, kesombongan, penyimpangan, kemaksiatan dan kezaliman * Membiasakan diri untuk hidup sederhana, ulet, sabar, dan sanggup memikul beban-beban dakwah dan jihad di jalan Allah * Melakukan muhasabah (introspeksi) harian dengan membandingkan antara program-program persiapan di atas dan tingkat keberhasilan pelaksanaannya. Inilah sekelumit amalan sunnah di bulan Sya'ban dan persiapan yang selayaknya dilakukan oleh kaum muslimin dalam rangka menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan. Semoga kita termasuk golongan yang bisa berniat, berucap, dan berbuat yang terbaik di bulan Sya'ban dan Ramadhan yang akan datang. Hanya kepada Allah SWT kita memohon petunjuk dan pertolongan. Wallahu a'lam bish shawab.. (Arrahmah.com)

Rabu, 06 Juni 2012

Shalat Sunat Bulan Rajab (Raghaib)

Shalat Raghaib

Senin, 6 Juni 2011 21:59:01 WIB

SHALAT RAGHAIB

Oleh
Ustadz Abu Asma Kholid Syamhudi


Membicarakan tentang shalat Raghaib, tidak bisa dipisahkan dengan bulan Rajab. Karena, orang-orang yang mengamalkan shalat Raghaib, mereka melakukannya pada bulan Rajab. Sebagaimana kita ketahui, dahulu orang-orang Arab Jahiliyah memandang bulan Rajab ini memiliki arti penting dan keistimewaan dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya, sehingga mereka memberi nama bulan tersebut dengan kata “rajab”.

Rajab berasal dari kata :رَجَبَ الرجل رَجَبًا وَ رَجَبَهُ يَرْجُبُ رَجلْبًا رُجُوْبًا , maknanya menghormati dan mengagungkan. Sehingga bulan Rajab ini bermakna bulan yang agung.

Bulan Rajab memiliki 14 nama, yaitu Rajab, Al Asham, Al Ashab, Rajm, Al Harm, Al Muqim, Al Mu’alla, Manshal Al Asinnah, Manshal Al Aal, Al Mubri’ , Al Musyqisy, Syahru Al ‘Atirah dan Rajab Mudhar.

Bulan Rajab tidak memiliki keistimewaan, kecuali sebagai salah satu dari empat yang menyandang sebagai bulan haram. Satupun tidak ada dalil yang sah, yang menunjukkan keutamaan dan pengkhususan bulan Rajab ini dengan melakukan amal ibadah tertentu. Namun, sangat disesalkan berkembang banyak kebid’ahan pada bulan ini, diantaranya bid’ah shalat Raghaib.

WAKTU PELAKSANAANNYA
Shalat Raghaib dilakukan pada awal malam Jum’at pertama bulan Rajab diantara shalat Maghrib dan Isya’ didahului dengan puasa hari Kamis, yaitu pada Kamis pertama bulan Rajab.[1]

Ibnu Utsaimin berkata: “Pada bulan Rajab terdapat shalat yang dinamakan dengan Shalat Raghaib. Dikerjakan malam Jum'at pertama antara Maghrib dan Isya', sebanyak 12 raka'at dengan sifat yang aneh, sebagaimana dijelaskan Ibnu Hajar di dalam kitab Tabyinul 'Ajab Bima Warada Fi Fadhli Rajab.” [2]

TATA CARANYA
Tata cara shalat ini mengambil hadits yang dihukumi oleh ulama sebagai hadits palsu, diriwayatkan dari Anas bin Malik:

رَجَبٌ شَهْرُ اللهِ وَ شَعْبَان شَهْرِيْ وَ رَمَضَانُ شَهْرأَمَّتِيْ : وَمَا مِنْ أَحَدٍ يَصُوْمُ يَوْمَ الْخَمِيْسِ أَوَّلَ خَمِيْسٍ فِيْ رَجَبٍ ثُمَّ يًُصَلِّي فِيْمَا بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعَتَمَةِ يَعْنِيْ لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ ثِنْتَيْ عَشَرَةَ وَكْعَةً يَقْرَأُ فِيْ كُلِّ رَكْعَةٍ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ مَرَّةً و (إِ نَّآ أَنْزَلْنَهُ فِى لَيْلَةِ الْقَدْرِ ) ثَلا َثَ مَرَّاتٍ وَ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اثْنَتَيْ عَشَرَةَ مَرَّةً يُفْصَلُ بَيْنَ كَلِّ رَكْعَتَيْنِ بِتَسْلِمَتَيْنِ فَإِذَا فَرَغَ مِنَ الصَّلاَةِ صَلِّيْ عَلَيَّ سَبْعِيْنَ مَرَّةً ثُمَّ يَقُوْلُ اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ النَّبِيْ الأمِيْ وً عًلًى آلِهِ ثُمَّ يَسْجُدُ فَيَقُوْلُ فِيْ سُجُدِهِ سُبُوْحٌ قُدُّوْسٌ رَبُّ الْمَلاَئكَةِ وَ الرُّوْحِ سَبْعِيْنَ مَرَّةً ثُمَّ يَرْفَعُ رَأْسَهُ فَيَقُوْلُ رَيِّ اغْفِرْلِيْ وارْحَمْ وَ تَجَاوَزْ عَمَّا تَعْلَمُ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيْزُ الأَعْظَمُ سَبْعِيْنَ مَرَّةً ثُمَّ يَسْجُدُ الثَّانِيَةَ فَيَقُوْلُ مِثْلَ مَا قَالَ فِيْ السَجْدَةِ الأُولَى ثُمَّ يَسْأَلُ اللهَ حَاجَتَهُ فَإِنَّهَا تُقْضَى قَالَ رَسُوْل الله : وَالَّذِيْ تَفْسِيْ بيَدِهِ مَا مِنْ عَبْدٍ وَلا َ لأ أَمَةٍ صَلَّى هَذِهِ الصَلاَةَ إِلاَّ غَفَرَ الله لَهُ جَمِيْعَ ذُنُوْبِهِ وَ إنْ كَانَ مِثْلَ زَيَدِ الْبَحْرِ وَ عَدَدَ وَرَقِ الأَشْجَارِ و شَفَعَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِيْ سَبْعِمِائَةِ مِنْ أَهْلَ بَيْتِهِ . فَإِذَا كَانَ فِيْ أَوَّلِ لَيْلَةٍ فِيْ قَبْرِهِ جَاءَ ثَوَّابُ هَذِهِ الصَّلاَةِ فَيُجِيْبُهُ بِوَجْهٍ طَلِقٍ وَلِسَانٍ ذَلِقٍ فَيَقُوْلُ لَهُ حَبِيْبِيْ أَبْشِرْ فَقَدْ نَجَوْتَ مِنْ كُلِّ شِدَّةٍ فَيَقُوْلُ مَنْ أَنْتَ فَوَ اللهِ مَا رَأَيْتُ وَجْهًا أَحْسَنَ مِنْ وَجْهِكَ وَلاَ سَمِعْتُ كَلاَمًا أَحْلَى مِنْ كَلاَمِكَ وَلاَ شَمَمْتُ رَائِحَةُ أَطْيَبُ مِنْ رَائِحَتِكَفَيَقُوْلُ لَهُ يَا حَبِيْبِيْ أَنَا ثَوَابُ الصَلاَةِ الَّتِيْ صَلَّيْتَهَا فِيْ لَيْلَةِ كَذَا فِيْ شَهْرِ كَذَا جِئْتُ الليْلَة َ لأَ قْضِيْ حَقَّكَ وَ أُوْنِِسَ وَحْدَتَكَ وَ أَرْفَعَ عَنْكَ وَحْشَتَكَ فَإِذَا نُفِخَ فِيْ الصُوْرِ أَظْلَلْتُ فِيْ عَرَصَةِ الْقِيَامَةِ عَلَى رَأْسِكَ وَ أَبْشِرْ فَلَنْ تَعْدَمَ الْخَيْرَ مِنْ مَوْلاَكَ أَبَدًا

Rajab bulan Allah dan Sya’ban bulanku serta Ramadhon bulan umatku. Tidak ada seorang berpuasa pada hari Kamis, yaitu awal Kamis dalam bulan Rajab, kemudian shalat diantara Maghrib dan ‘Atamah (Isya) -yaitu malam Jum’at- (sebanyak) dua belas raka’at. Pada setiap raka’at membaca surat Al Fatihah sekali dan surat Al Qadr tiga kali, serta surat Al Ikhlas duabelas kali. Shalat ini dipisah-pisah setiap dua raka’at dengan salam. Jika telah selesai dari shalat tersebut, maka ia bershalawat kepadaku tujuh puluh kali, kemudian mengatakan “Allahhumma shalli ‘ala Muhammadin Nabiyil umiyi wa alihi, kemudian sujud, lalu menyatakan dalam sujudnya “Subuhun qudusun Rabbul malaikati wa ar ruh” tujuh puluh kali, lalu mengangkat kepalanya dan mengucapkan “Rabbighfirli warham wa tajaawaz amma ta’lam, inaka antal ‘Azizul a’zham” tujuh puluh kali, kemudian sujud kedua dan mengucapkan seperti ucapan pada sujud yang pertama. Lalu memohon kepada Allah hajatnya, maka hajatnya akan dikabulkan. Rasululloh bersabda,”Demi Dzat yang jiwaku ada di tanganNya, tidak ada seorang hamba lali-laki atau perempuan yang melakukan shalat ini, kecuali akan Allah ampuni seluruh dosanya, walaupun seperti buih lautan dan sejumlah daun pepohonan, serta bisa memberi syafa’at pada hari kiamat kepada tujuh ratus keluarganya. Jika berada pada malam pertama, di kuburnya akan datang pahala shalat ini. Ia menemuinya dengan wajah yang berseri dan lisan yang indah, lalu menyatakan: ‘Kekasihku, berbahagialah! Kamu telah selamat dari kesulitan besar’. Lalu (orang yang melakukan shalat ini) berkata: ‘Siapa kamu? Sungguh demi Allah aku belum pernah melihat wajah seindah wajahmu, dan tidak pernah mendengar perkataan seindah perkataanmu, serta tidak pernah mencium bau wewangian, sewangi bau wangi kamu’. Lalu ia berkata: ‘Wahai, kekasihku! Aku adalah pahala shalat yang telah kamu lakukan pada malam itu, pada bulan itu. Malam ini aku datang untuk menunaikan hakmu, menemani kesendirianmu dan menghilangkan darimu perasaan asing. Jika ditiup sangkakala, maka aku akan menaungimu di tanah lapang kiamat. Maka berbahagialah, karena kamu tidak akan kehilangan kebaikan dari maulamu (Allah) selama-lamanya’.” [3]

Dari hadits ini, dapat diketahui secara ringkas tata cara shalat Raghaib, yaitu sebagai berikut:

-Jumlah raka’at dua belas dibagi setiap dua rakaat satu salam.
- Bertakbir dengan mengucapkan Allahu Akbar.
- Pada setiap raka’at membaca surat Al Fatihah sekali, surat Al Qadar tiga kali dan surat Al Ikhlash dua belas kali.
- Kemudian ruku’ dan sujud.
- Usai shalat Raghaib mengucapkan shalawat kepada Nabi sebanyak tujuh puluh kali dengan lafadz Allahhumma shlli ‘Ala Muhammadin Nabiyil umiyi wa ‘alihi
- Kemudian sujud dengan membaca Subuhun qudusun Rabul malaikati wa ar ruh.
- Lalu bangun dan duduk dengan mengucapkan Rabbighfirli warham wa tajaawaz amma ta’lam, innaka antal ‘Azizul a’hzam.
- Lalu sujud lagi dan mengucapkan sebagaimana ucapan yang sama dengan sujud yang pertama.
- Kemudian berdo’a kepada Allah sesuai dengan hajat kebutuhannya.

Demikianlah tata cara shalat Raghaib. Namun hadits di atas merupakan hadits palsu yang di atas namakan dari Rasulullah.

PERTAMA DILAKSANAKAN
Shalat Raghaib ini, pada zaman Nabi dan para sahabat tidak pernah ada dan tidak pernah dilaksanakan, demikian juga tidak pernah dikenal pada zaman tabi’in dan tabi’it tabi’in. Shalat Raghaib ini mulai dikenal dilakukan di Baitul Maqdis setelah tahun 480 H.[4]

HUKUM SHALAT RAGHAIB
Hukum shalat Raghaib adalah bid’ah, karena tidak didasarkan dengan dalil-dalil yang shahih, menyelisihi tata cara shalat sunnah yang sudah dikenal. Pada zaman salaf al sholih, shalat Raghaib ini tidak pernah dikenal, dan mereka tidak ada yang melakukannya. Oleh karena itu, Al ‘Izz bin Abdussalam menegaskan bid’ahnya shalat Raghaib, dengan memberikan argumentasi, yang secara khusus ditujukan kepada ulama, dan secara umum bagi kalangan awam.

Adapun yang khusus ditujukan untuk para ulama terdapat dua catatan, yaitu:
1. Seorang ulama, jika melakukan shalat tersebut, ia dapat mempengaruhi opini kepada masyarakat umum, bahwa shalat ini sebagai sunnah, sehingga ia berdusta atas nama Rasulullah dengan amalannya, yang terkadang mewakili lisannya.

2. Ulama yang mengamalkan shalat ini, menjadi penyebab orang lain berdusta atas nama Rasulullah dengan menyatakan “Ini adalah salah satu sunnah Beliau”, padahal seseorang tidak diperbolehkan menjadi penyebab orang lain berdusta atas nama Rasulullah.

Sedangkan bagi kalangan awam, secara umum sebagai berikut:
1. Orang awam yang melakukan perbuatan bid’ah, dapat memotivasi para pembuat bid’ah untuk membuat kebid’ahan dan kebohongan (hadits palsu). Padahal memotivasi berbuat batil dan menolongnya, termasuk perbuatan yang dilarang dalam syari’at. Sedangkan meninggalkan kebid’ahan dan hadits-hadits palsu, dapat mencegah munculnya kebid’ahan ataupun hadits palsu. Mencegah dan memperingatkan kemungkaran termasuk ajaran penting dalam syari’at.

2. Shalat ini menyelisihi Sunnah tidak gerak dalam shalat. Dalam shalat ini, terdapat pengulangan surat Al Ikhlash dan Al Qadr. Menghitungnya, tidak dapat dilakukan secara umum, kecuali dengan menggerakkan sebagian anggota tubuh.

3. Shalat Raghaib ini menyelisihi perintah yang berkaitan dengan khusu’, merendahkan diri, menghadirkan hati dalam shalat, konsentrasi kepada Allah, merasakan keagungan Allah dan memahami makna bacaan dan dzikir. Maka jika ia memperhatikan jumlah surat dengan hatinya, maka ia telah berpaling dari Allah dan meningalkanNya dengan satu perkara yang tidak disyari’atkan dalam shalat. Memalingkan wajah dalam shalat dicela oleh syari’at, apalagi berpaling dengan hati yang merupakan tujuan besar dalam shalat.

4. Shalat Raghaib ini menyelisihi aturan yang sunnah dalam shalat nafilah (sunnah). Karena shalat-shalat nafilah disunnahkan dan lebih utama dikerjakan di rumah dari pada masjid, kecuali shalat-shalat nafilah yang telah dijelaskan syari’at, seperti shalat Istisqa’ dan Kusuf. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

صَلَاةُ الرَّجُلِ فِي بَيْتِهِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهِ فِي الْمَسْجِدِ إِلاَّ الْمَكْتُوْبَة

Shalatnya seseorang di rumahnya, lebih baik dari shalatnya di masjid, kecuali shalat fardhu.[5]

5. Shalat Raghaib ini menyelisihi aturan sunnah. Bahwasanya pelaksanaan shalat sunnah, tidak dilakukan secara berjama’ah, tetapi disunnahkan secara sendiri-sendiri, kecuali yang telah ditetapkan syari’at. Dan kebid’ahan yang dibuat-buat atas nama Rasulullah ini tidak termasuk dalam kategori sunnah tersebut.

6. Shalat Raghaib ini menyelisihi perintah mengkonsentrasikan hati dari hal-hal yang menyibukkannya sebelum masuk dalam shalat; karena shalat Raghaib ini dilakukan dalam keadaan lapar dan haus, apalagi pada hari-hari yang sangat panas; padahal shalat tidak dilaksanakan dengan adanya hal-hal yang menyibukkannya yang dapat dihilangkan.

7. Kedua sujud (setelah selesai shalat tersebut) dilarang, karena dalam syari’at tidak terdapat adanya sujud secara tersendiri tanpa sebab sebagai amalan mendekatkan diri kepada Allah; padahal mendekatkan diri kepada Allah dengan sesusatu ibadah memiliki sebab, syarat, waktu dan rukun-rukun tertentu, sehingga tidak dianggap sah tanpanya. Misalnya, seperti tidak mendekatkan diri kepada Allah dengan wukuf di Arafah, Mudzdalifah, melempar jumrah dan sa’i antara Shafa dan Marwa, dengan tanpa melakukan manasik (haji atau umrah) pada waktunya dengan sebab dan syarat-syaratnya. Maka, demikian juga tidak mendekatkan diri kepada Allah dengan sujud semata, walaupun sujud merupakan ibadah, kecuali jika memiliki sebab. Juga tidak mendekatkan diri kepada Allah dengan shalat dan puasa setiap waktu dan setiap saat. Terkadang, tanpa disadari, orang bodoh mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan yang menjauhkannya dari Allah.

8. Seandainya kedua sujud tersebut disyari’atkan, tentu menyelisihi perintah khusyu’ dan khudhu’, disebabkan sibuknya menghitung jumlah tasbih dengan batin, atau lahiriyah, atau dengan batin dan lahir.

9. Rasulullah bersabda.

لَا تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِي وَلَا تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الْأَيَّامِ إِلَّا أَنْ يَكُونَ فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ

Janganlah mengkhususkan malam Jum’at dari yang lain dengan shalat malam. Janganlah mengkhususkan hari Jum’at dari yang lain dengan puasa, kecuali puasa yang biasa dikerjakan salah seorang kalian. [6]

10. Dalam shalat Raghaib ini, terdapat sesuatu yang menyelisihi sunnah Rasulullah ketika berdzikir ketika sujud, karena ketika turun firman Allah سَبِّحِ اسْمِ رَبِّكَ اْلأَعْلَى Beliau berkata ”Jadikanlah dalam sujud kalian”.

Pernyataan ‘سُبُوْحٌ قُدُّوْسٌ’ seandainya benar dari Rasulullah, namun tidak benar disendirikan tanpa pernyataan (سُبْحَان رَبِّيَ الأ عْلَى ), dan tidak pula Beliau memerintahkan umatnya. Padahal sudah dimaklumi, Beliau tidak memerintahkannya, kecuali yang terbaik.

Juga dalam pernyataan سُبْحَان رَبِّيَ الأ عْلَى , terdapat pujian yang tidak ada dalam pernyataan [سُبُوْحٌ قُدُّوْسٌ . [7

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,”Shalat Raghaib tidak memiliki dasar. Dia merupakan perbuatan bid’ah, sehingga tidak disunnahkan berjama’ah, dan tidak juga secara sendirian. Dalam Shahih Muslim, bahwa Nabi telah melarang pengkhususan malam Jum’at dengan shalat malam, atau hari Jum’at dengan puasa. Adapun atsar yang menyebutkan tentang itu, menurut kesepakatan para ulama, adalah palsu.” [8]

Dan Syaikhul Islam juga berkata,”Menurut pendapat para imam agama, shalat Raghaib adalah bid’ah. Rasulullah tidak mensunnahkannya, dan juga tidak seorangpun dari para khalifah Beliau mensunnahkannya. Tidak pula seorangpun dari para ulama agama, seperti Malik, Syafi’i, Ahmad, Abu Hanifah, Ats Tsauri, Al ‘Auza’i, Al Laits dan lain-lainnya menganggapnya sunnah. Sedangkan menurut ijma’ orang yang mengerti hadits, (menyatakan) hadits yang meriwayatkan tentang shalat ini adalah palsu.” [9]

Dengan demikian menjadi jelas larangan mengerjakan shalat Raghaib, karena merupakan shalat yang bid’ah, sebagaimana pendapat Al ‘Izz bin Abdussalam, An Nawawi, Ibnu Taimiyah, Ibnu Al Qayim dan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin serta yang lainnya. Demikianlah penjelasan dari kami, mudah-mudahan bermanfaat.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun VIII/1425H/2004. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Al Bida’ Al Hauliyah, karya Abdullah bin Abdul Azis Ahmad At Tuwaijiri, Cetakan Pertama, Tahun 1421 H, Dar Al Fadhilah, Riyadh, KSA, hlm. 240.
[2]. Lihat Rubrik Mabhats BEBERAPA KESALAHAN YANG TERJADI PADA BULAN RAJAB.
[3]. HR Ibnu Al Jauzi dalam kitab Al Maudhu’at, 2/124-125. Beliau berkata,”Hadits ini palsu. Para ulama hadits menuduh Ibnu Juhaim pemalsu.” Menurut para ulama, hadits ini palsu, diantaranya Imam Ibnu Taimiyah, Asy Syaukani, Al Fairuzabadi, Al Maqdisi Al Iraqi dan Abu Syamah. (Lihat keterangan lengkapnya dalam Majmu’ Fatawa, hlm. 23/133 dan 134; Al Bida’ Al Hauliyah, hlm. 241dan Rubrik Mabhas KOREKSI TERHADAP PENYIMPANGAN UMAT DALAM BULAN RAJAB.
[4]. Al Bid’ah Al Hauliyah, hlm 242.
[5]. HR Al Bukhari dalam Shahih-nya, kitab Al Adzan, hadits no. 731 dan Muslim dalam Shahih-nya, kitab Shalat Al Musafirin, hadits no. 781 dengan perbedaan lafazh.
[6]. HR Al Bukhari dalam Shahih-nya, kitab Ash Shaum, no. 1957.
[7]. HR Muslim dalam Shahih-nya, kitab Ash Shaum, no. 1144.
[8]. Semua pernyataan Al ‘Iz bin Abdussalam ini diambil dan diterjemah bebas dari kitab Musajilah ‘Ilmiyah Baina Al ‘Izz bin Abdulsalam Wa Ibnu Shalah Haula Shalat Ar Raghaib Al Mubtada’ah. dengan tahqiq Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani dan Muhammad Zuhair Asy Syawis, Cetakan kedua, Tahun 1405, Al Maktab Al Islami, Bairut, hlm. 5-9.
[9]. Majmu’ Fatawa, karya Ibnu Taimiyah, disusun Abdurrahman bin Muhammad bin Qasim, hlm. 23/132.
[10]. Ibid 23/134.

Senin, 21 Mei 2012

Pemberantas Kemunkaran

Bantahan terhadap Imam Masjid Istiqlal, MMI : Kemunkaran bukan hanya negara yang harus mencegahnya BilalSenin, 21 Mei 2012 11:54:46 JAKARTA (Arrahmah.com) - Sekarang ini berkembang banyak syubhat (kesamaran) dalam memahami syari’at Islam, lebih-lebih jika Syari’at tersebut berkaitan dengan mencegah keburukan dan kerusakan (nahi munkar). Hal itulah yang dipertontonkan imam besar masjid Istiqlal, Ali Musthofa Ya’qub bahwa nahi munkar hanya boleh dilakukan oleh penguasa saja. Menanggapi pernyataan tersebut, ketua Lajnah Tanfiziyah Majelis Mujahidin Ustadz Irfan S. Awwas membantah hal tersebut. Karena jika negara yang melakukan kemunkaran, terbuka ruang kepada rakyat untuk mengkoreksinya. “Memang membasmi kemunkaran ada yang mengatakan merupakan tugas penguasa. Persoalannya, kalau negara yang melakukan kemunkaran siapa yang merubahnya? Tentunya rakyat yang merubahnya,” kata ustadz Irfan kepada arrahmah.com, Jakarta, Senin (21/5). Tidak hanya demikian, menurut Ustadz Irfan, jika masyarakat melakukan kemunkaran lantas mendapat support dari pemegang otoritas negara, maka pencegahan terhadap kemunkaran pun dapat dilakukan oleh masyarakat pula. “Jika kemungkaran yang dilakukan rakyat lalu dibekingi penguasa? Siapa yang harus mencegahnya? Tentunya rakyat juga kan? Jadi logikanya dibalik saja,” tukasnya. Dia pun mempertanyakan logika Imam Masjid Istiqlal tersebut yang menurutnya akan berbenturan dengan realitas, bahwa kemunkaran umumnya terjadi karena ditopang oleh penguasa yang menyalahgunakan kekuasaannya (abuse of power). “Jika Ali Yaqub kosisten dengan pendapatnya bahwa yang harus membasmi kemunkaran adalah penguasa, bukan ormas. Bagaimana jika kemunkaran yang melakukan adalah penguasa, siapa yang akan membasminya? Faktaya penguasa sering menjadi bagian dari pelaku korupsi, polisi dukung judi, pelacuran, moral bejat. Lalu dimana peran ulama dan masyarakat?” terang Ustadz irfan. Sikap Imam Masjid Istiqlal menurutnya, tidak lebih karena sudah terkungkung oleh hegemoni pemikiran internasional. “Kerangka kepalanya terpenjara oleh stigma global. Dia Ketakutan saja itu,” lontar Ustadz Irfan. Sebab, menurut Ustadz Irfan, terlalu dini jika sikap keras yang dilakukan oleh masyarakat yang ingin mencegah kemunkaran dianggap sebagai vandalisme sosial yang harus ditolak, tanpa mau memahami akar masalah di lapangan. “Jika kekerasan seperti pemukulan atau pengrusakan tempat maksiat yang ditolak tidaklah itu selalu anarkisme. Boleh jadi, itu merupakan upaya bela diri karena merasa aqidahnya diganggu dan agamanya dinista,” ungkapnya. Ustadz Irfan menyesalkan sikap ulama-ulama yang tidak jelas terhadap kemunkaran yang merajalela di kehidupan masyarakat, ia mempertanyakan sikap mereka apakah sudah terpengaruh unsur-unsur lain. “Jika ulama welcome dengan kemunkaran, saya jadi bertanya, apakah dia terlibat kemunkaran atau menerima duit dari orang-orang yang berbuat munkar?” tegasnya. Begitupula, para pejabat negara yang condong untuk melegalkan kemaksiatan, menurutnya tidak jauh berbeda dengan kondisi ulama tersebut, kemungkinan sudah dipengaruhi oleh pelaku kemaksiatan. “Perilaku pejabat negara yang tidak konsisten membasmi kemunkaran, apakah termasuk bagian mereka atau diprovokasi oleh pelaku-pelaku kemunkaran. Sejarah akan membuktikan bahwa penguasa Indonesia dikuasai oleh kemaksiatan,” ujarnya. Ustadz Irfan menegaskan bahwa MMI siap untuk beradu argumen kepada Ali Musthofa Ya’qub jika tetap ngotot berpegang dengan sikapnya yang membuat kekaburan terhadap ajaran nahi munkar. “Jika dia selalu berpegang dengan logikanya saja, MMI menantang debat terbuka untuk meghadapi dan membongkar syubhat-syubhat Ali ya’qub,” tegasnya. Ustadz Irfan mengingatkan kepada penguasa, bahwa mereka juga memiliki tanggung jawab yang besar untuk membasmi kemunkaran di tengah-tengah kehidupan masyarakat dan bernegara, sehingga ia meminta penguasa untuk terlibat aktif melakukan nahi munkar, bukan sebaliknya terlibat dalam kemunkaran. “Kewajiban negara melindungi rakyatnya dari kebejatan moral sesuai undang-undang negara yang didirikan untuk membasmi segala kemunkaran,” ujarnya Sambung Ustadz Irfan, untuk itulah MMI berada di garis terdepan menolak kemunkaran yang dipertontonkan pemuja setan Lady Gaga. “Kita termasuk bagian yang menolak kehadiran Lady Gaga dan lain-lain, karena kemungkaran tidak boleh dipamerkan di muka umum baik menurut konstitusi ataupun syari’at Islam. Segala bentuk kemunkaran harus dibasmi,” tandasnya. (bilal/arrahmah.com)